Berasa Balik Ke Orde Baru

Sebenarnya saya gak tau harus mulai tulisan ini dari mana. Dengan ditemani semangkuk Kolln Muesli Chocolate, Cherry and Oats dengan Heavenly Blush Strawberry Yogurt Drink yang sangat nikmat dan ngenyangin ini *iklan dikitlah ya* kita mulai yuk tulisan yang inshaaAllah gak sampis, semoga.


"A free press can, of course, be good or bad, but, most certainly without freedom, the press will never be anything but bad" - Albert Camus

Teruntuk siapa pun lah yang kontra dengan konten Majalah Lentera

Kasus Majalah Lentera, AJI: Prosedur Liputannya Sudah Tepat
Source: tempo.co 
Hidup Pers Mahasiswa.

Majalah Lentera dari Lembaga Pers Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga beberapa waktu lalu dibredel oleh rektornya sendiri, ditarik peredarannya, dan bahkan tim majalah tersebut pun harus berurusan dengan polisi . Kenapa sampai berurusan dengan polisi? Karena dianggap gak punya izin menjual dan mengedarkan kepada khalayak umum diluar universitas tapi sih kenapa dibredel dan sampai ditarik dari peredaran itu lebih ke konten majalah yang membahas tentang informasi mengenai peristiwa pembantaian tahun 1965, ya intinya mengenai tragedi pembantaian simpatisan PKI di Salatiga, pasca G30S. Berasa membuka luka lama, katanya seperti itu.

Kejadian ini tuh bikin kita ngerasa hidup di jaman reformasi rasa Orde Baru. Dijaman yang udah demokratis dan kebebasan berpendapat dijunjung tinggi ini masih aja ada yang berusaha membungkam dan membatasi hak warga negara, hak pers. Majalah kampusyang dulu pas Orde Baru menjadi satu-satunya alat yang bebas mengkritik penguasa, namun saat ini ketika pers official memiliki hak dan kebebasan sehingga membuat majalah kampus seolah-olah hilang gaungnya justru malah dibredel oleh rektornya sendiri. Toh menurut saya kontennya masih gak kebablasan kok, ya menurut saya sih ya, gak tau kalau menurut yang ngebredel itu dan mereka yang kontra.

Menurut saya majalah Lentera berusaha menceritakan apa yang sebenar-benarnya terjadi, mencerahkan referensi sejarah kita yang selama ini seperti ada yang ditutup-tutupi oleh suatu rezim yang bernama Orde Baru

Well, sadar atau nggak selama ini sebenarnya kita didoktrin, doktrin yang menyebutkan bahwa komunis dan PKI itu adalah buruk, sadis, kejam, gak punya Tuhan dan semua yang buruk-buruk itu punyanya ideologi tersebut. Ya jadilah selama ini semua hal yang berbau dan berhubungan dengan PKI dan komunis itu dilarang di Indonesia.

Kemudian setelah beberapa tahun reformasi bergulir sudah mulai banyak buku-buku luar biasa yang bermunculan, buku yang membahas tentang fakta-fakta baru G30S, PKI, komunis lalu pemunculan kembali sosok Tan Malaka di kancah persejarahan Indonesia sebagai orang yang pertamakali mencetuskan lahirnya Republik Indonesia setelah selama ini dihapus dari buku-buku sejarah di sekolah. Saya sebagai orang yang tertarik dengan sejarah sangat senang dengan kemunculan hal-hal tersebut, fakta baru, informasi baru, referensi baru. Itu tandanya negara kita udah mulai lepas dari doktrin rezim yang berkuasa 30an tahun itu, sudah bebas menyuarakan pendapat, HAM pun sudah diakui dan dijunjung tinggi ya. Suatu kemajuan kan.

Tapi dengan adanya pembredelan Majalah Lentera ini jujur saya kecewa, kecewa karena menurut saya ini bukan lagi suatu kemajuan tapi justru kemunduran terhadap kebebasan pers, kebebasan berpendapat, kemunduran terhadap demokrasi yang ada di Indonesia. Apakah salah jika kita mau menegakkan kebenaran? Salah ya kalau kita mau membeberkan fakta dan menyatakan pembantaian simpatisan PKI yang gak terlibat G30S itu sebagai genosida? Ya salah lah kalau hal itu dilakukan di Indonesia kan di Indonesia itu susah kalau mau jadi orang baik, dan gampang kalau mau jadi orang jahat pasti banyak yang dukung

Jadi intinya di Indonesia itu semua hal yang berbau PKI itu salah, kita sebagai bangsa Indonesia harus menyudutkan PKI, gak boleh mengungkapkan fakta yang sebenar-benarnya, apa yang dialami sama para simpatisan PKI itu pasca G30S padahal mereka bukan petinggi PKI dan gak tau menau tentantang G30S, yang boleh kita sebarkan dan harus diyakini itu adalah PKI dan seluruh simpatisannya salah dan akan tetap salah selamanya, gak ada hal positif dari PKI, begitu kan ya? Maka dari itu Majalah Lentera dibredel.
Kenapa gak sekalian aja waktu itu putri Indonesia yang pakai baju lambang PKI dibredel sekalian? *lho?* Kenapa buku-buku yang membahas fakta dibalik G30S itu gak dibredel dan ditarik dari penjualan? Kenapa saya yang mengoleksi buku-buku yang berhubungan dengan PKI, G30S  dan mendonlot The Act of Killing dan menontonnya gak digrebek, diciduk sekalian *okay, ini out of context. bhay!* :D

Back to the context.
Saya hanya mau menyampaikan ke rektor UKSW, pihak kepolisian, tentara dan wali kota Salatiga yang cenderung kontra dengan Majalah Lentera edisi 3/2015, Anda-anda semua itu kan pasti pengalamannya lebih banyak, lebih cerdas dong tentunya *ya semoga aja sih emang lebih cerdas ya daripada kita-kita ini para mahasiswa yang haus akan liburan* , tindakan yang dilakukan terhadap Majalah Lentera ini sepertinya merepresentasikan bahwa demokrasi yang berjalan di Indonesia ini cacat, saya kira Anda-anda sekalian itu harusnya lebih ngerti dan paham tentang kebebasan bersuara, kebebasan pers di negeri ini, saya kira juga Anda-anda juga berpikiran terbuka terhadap usaha pengembangan kebenaran sejarah di Indonesia.  Tapi nyatanya Anda-anda yang kontra ini justru menganggap konten majalah kampus ini membuka luka lama, akan menimbulkan ketidakstabilan dan ketidakamanan di Salatiga. Padahal dengan diterbitkannya Majalah Lentera: Salatiga Kota Merah ini justru menggambarkan kemajuan terhadap demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia dan hal positif bagi perkembangan korban pembantaian 1965. Luar biasa sekali bukan ide untuk membahas apa yang dibahas di Majalah Lentera edisi 3, tandanya mereka yang ada dibalik majalah kampus itu berpikiran kritis, skeptis dan tidak apatis terhadap fakta sejarah Indonesia.

Sesuai namanya, majalah Lentera mencoba menerangi, mencerahkan, mencerdaskan dan menambah wawasan khalayak dengan karya mereka yang ekselent tersebut. Tapi justru apa yang mau dicapai oleh majalah lentera justru ditanggapi dengan hal yang tak terduga. Usaha mereka selama ini, mulai dari penggodokan ide, mencarian fakta dan peliputan, susahnya dan ribetnya proses pencarian bahan untuk majalah sampai akhirnya udah jadi terbit sebagai majalah, harus dibayar dengan pembredelan. Emangnya dikira gampang apa produksi majalah dengan semua keterbatasan sebagai pers mahasiswa. Tapi saya rasa ga sia-sia juga sih majalah Lentera yang  membahas tragedi 1965, karena pembredelan ini  jadi banyak orang penasaran sama isi majalahnya dan jadi banyak yang baca.

Mengutip dari tempo.co, menurut ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Semarang, sekaligus dosen saya hehe yang mirip Abraham Samad  , Rofiuddin, prosedur pencarian fakta yang dilakukan tim majalah Lentera sudah benar, dan kalaupun ada pihak-pihak yang tidak sreg dengan hasil liputan bisa menyampaikan hak jawab atau ralat, bisa melakukan dialog ataupun diskusi bukannya malah majalahnya dibredel trus polisi turun tangan segala buat narik majalah tersebut.

Saya kira kita udah terserah dehtapi tetap gak kebablasanngebahas tentang apa pun yang berhubungan dengan sejarah kelam Indonesia tahun 1965, karena saya kira, kita sudah di jaman Reformasi bukan Orde Baru lagi yang dimana konten buku-buku sejarah  bisa seenak jidatnya dimanipulasi sesuai keinginan si penguasa jaman itu, bukan dijaman dimana pers memiliki paranoia ketika ingin menyebarkan informasi karena harus sesuai dengan kepentingan penguasa saat Orde Baru. Tapi nyatanya di tahun 2015, di Indonesia, kita kembali menemuka adanya majalah yang dibredel karena kontennya dianggap tidak sesuai, udah gitu yang dibredel majalah kampus, prihatin gak sih?

"Nobody has the right to not be offended. That right doesn't exist in any declaration I have ever read. If you are offended it is your problem, and frankly lots of things offend lots of people" - Salman Rushdie

HIDUP PERS MAHASISWA



PS Saya bukan simpatisan PKI, ideologi saya juga bukan Komunis, yaiyalah saya udah diwanti-wanti sama ayah saya supaya ga terpengaruh dengan ideologi komunis dan PKI walaupun saya suka baca buku yang kekirian itu, saya cuma lelah dan capek aja, kayaknya sejarah di Indonesia itu penuh dengan misteri *halah opo tho?*. Saya berusaha berempati aja sama LPM Lentera sebagai sesama pers mahasiswa. Sorry kalau terlalu ngejudge mereka yang kontra :*

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pergi ke Sekolah, bukan ke KUA, dek!

Hoax dan Orang Tua; Sefruit Tips Meliterasi Baby Boomers & X

Touched by Jackie and Her Love to Him