Dituntut Cepat Nikah (Part 2)

Kalau saya sendiri ya punya alasan kenapa saya berpikir dua kali untuk nikah muda, ya karena saya saat ini belum siap mental. Bekal agama saya untuk menjalani kehidupan berumah tangga dan berkeluarga masih minim. Pengetahuan saya tentang membesarkan dan mendidik anak pun masih kurang.

Mungkin secara teori saya sudah tau relasi jenis apa yang saya harapkan akan saya jalani dengan pasangan saya nanti, masalah ekonomi itu sih bisa dicari bareng-bareng *kalau kita khawatir tentang masalah ekonomi gini sama aja kita merendahkan Allah, Allah bisa mengalirkan rizkinya dari mana aja*. Masalah cinta? Prinsip saya kalau saya dan pasangan saya nantinya sudah sama-sama mencintai Tuhan kita, put God first, saya yakin 100% Allah bakalan menghadirkan cinta antara saya dan pasangan saya.

Yang terpenting itu tau tujuan menikah untuk apa jadi bisa mempersiapkan mental dan tau bagaimana membangun keluarga yang baik, yang diridhoi sama Allah. Menikah bukan hal kecil, ini hal yang serius. Bukan yang katanya udah saling cinta, pacaran lama, udah saling nyaman trus yaudah nikah gitu, bagi saya gak kayak gitu. Menikah berarti menyatukan dua hal yang berbeda untuk membangun hal luar biasa yang bisa jadi modal untuk agama, bangsa dan negara biar semakin baik dan berkembang.

Mending ya dari pada stress dengan tuntutan cepat nikah, termakan dengan campaign nikah muda yang banyak beredar di dunia maya atau mungkin galau karena jomblo menahun atau si pacar tak kunjung--menjadi seperti yang kita harapkan-- melamar, lebih baik kita memperbaiki diri dan memantaskan diri biar siap menjalani pernikahan dan berkeluarga.

Orang-orang tuh ya menurut saya seharusnya ga perlu lah ikut-ikutan berpikiran pakemnya perempuan itu gak boleh telat nikah. Benar deh berkeluarga itu bukan suatu hal yang mudah, susah lho mendidik anak biar bisa jadi anak yang baik. Gak usah terlalu berat mendidik anak biar jadi sukses, jadi presiden, jadi bos fesbuk, jaman sekarang saya rasa ngedidik anak buat jadi baik dan ga terbawa arus 'kebebasan yang berlebihan' itu susah lho. Itu poin yang harus dipikirkan, bukan cuma sekadar perempuan dan laki-laki saling suka dan kemudian yaudah deh nikah tanpa persiapan apa pun, jalanin dulu aja, nanti bisa dipikir bersama, atau learning by doing. Ya mungkin learning by doing bisa jadi hal yang bagus tapi ada hal-hal yang memang harus disiapkan oleh diri kita sendiri sebelum memasuki pernikahan.

Siap mental juga penting banget nih. Siap gak nantinya buat menghadapi pasangan yang sifatnya ga kita suka, siap ga menghadapai kekurangan pasangan, siap ga dikritik oleh pasangan, siap ga menjadi pasangan yang baik, siap gak sama-sama berubah menjadi lebih baik, siap ga menjadi orang tua, menghadapi segala permasalahan si anak nantinya. Atau siap gak kalau nantinya harus berhadapan dengan kegagalan? *amit-amit sih, ga ada yang mau pernikahannya gagal, tapi ya what if hal terburuk ini terjadi*. Kita ya jelas ya harus siap sama konsekuensi dalam pernikahan dan berkeluarga

Menurut saya ya, jadikan diri kita pintar dan bijaksana dulu sebelum menikah. Perbanyak belajar ini itu supaya cerdas saat berkeluarga nanti. Belajar buat memahami perbedaan, memahami orang lain, berbesar hati dan pelajaran terpenting dan utama sebelum menikah yaitu belajar untuk mencitai Allah dulu. Ikuti aturan mainnya Allah. Nantinya juga Allah bakalan mencukupi bekal dan persiapan kita dalam menghadapi pernikahan dan dalam membangun sebuah keluarga.

Keluarga layaknya team yang memiliki suatu tujuan tertentu, maka dari itu perlu persiapan dalam membangun team tersebut. Bagi saya membangun rumah tangga itu dimulai saat proses belajar sebelum masuk ke tahap pernikahan itu sendiri. Ketika mempersiapkan diri, saat masih sendiri, itu sama saja dengan membangun rumah tangga. Diri kita sendirilah yang membangun pondasi rumah tangga sebelum pada akhirnya digabungkan dengan pondasi yang dibuat oleh pasangan.

Buat menggabungkan pondasi-pondasi tersebut dan membangun rumah seutuhnya hingga mengisi rumah tersebut dengan hal-hal positif tentu butuh kesaman visi dan misi antara kita dengan pasangan (walaupun menurut saya masalah misi untuk mencapai visi bisa dikomunikasikan nantinya).

to be continued... > Selanjutnya (Part 3-Final)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pergi ke Sekolah, bukan ke KUA, dek!

Hoax dan Orang Tua; Sefruit Tips Meliterasi Baby Boomers & X

Touched by Jackie and Her Love to Him