Postingan kali ini masih ngebahas tentang pernikahan eitss tapi saya gak mau terkesan curcol wkwk. Ya nikah hmm adalah tahap yang mungkin untuk beberapa orang adalah tahap yang sulit untuk dijajaki dengan berbagai alasan ya mungkin belum siap atau emang gak ada yang mau belum nemu jodohnya. Memang jodoh bisa datang kapan saja, bisa diusia dua puluhan awal, tengah atau akhir dan bisa juga diusia 30 tahun keatas apalagi ya ini kan katanya jaman modern. Ternyata eh ternyata di abad ke 21 ini masih ditemukan pernikahan anak *BOOM!*, jaman dulu mah ya ini bukan hal yang ganjil ya genks. Gak percaya? Yakin? Ya saya sih ada nih salinan datanya wkwk, dikutip dari laporan UNICEF tahun 2016 ternyata hingga laporan tersebut diturunkan nih ya ada sekitar 700 juta perempuan di dunia yang kewong nikah saat masih anak-anak (di bawah usia 18 tahun). Buanyak kan tuh? Terus di Indonesia sendiri begimane? Nyatanya Indonesia masih jadi salah satu negara dengan pernikahan anak terting...
“Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan meliterasi orang tua kita?” Beberapa waktu lalu saya sempat melihat sebuah tweet yang pada intinya, tweet tersebut menggambarkan kekhawatiran seorang anak terhadap orang tuanya. Khawatir orang tuanya terhasut dengan aksi politik berkedok religi. Ya saya pun merasa khawatir, tapi lebih tepatnya khawatir orang tua saya--yang cukup aktif menggunakan aplikasi pesan instan ya sebut saja WhatsApp (WA)-- termakan hoax dan menyebarkan hoax tersebut. Amit2 sekali kalau sampai hoax itu adalah hoax yang fatal jika disebarkan. Media-media juga tak henti-hentinya memberitakan para penyebar hoax yang pada akhirnya harus berurusan dengan kepolisian, kebanyakan dari penyebar hoax adalah mereka-mereka yang ya bisa dibilang sudah orang tua. Haduuh saya takut sekali, kalau orang tua saya yang sebetulnya ndak tau apa-apa tapi jadi korban karena tanpa sadar telah menyebar hoax. Beberapa waktu lalu juga, saya mendapati, ibuk saya membagikan sebuah pesan ...
Lalu akan ada komentar "tuh kan yang udah nutup aurat aja masih dilecehkan ya apalagi yang gak nutup". Apapun itu kita gak bisa membenarkan yang namanya pelecehan. Emangnya yang gak nutup aurat berarti pantas untuk dilecehkan? Kan gak lah. Dan kalo kita berpikiran yang nutup aurat masih dilecehkan apalagi yang gak nutup aurat, itu sama aja kayak kita membiarkan orang untuk gak usah nahan nafsu mereka dan bisa melampiaskan ke orang lain yang gak mau. Menurut saya sekarang tuh pelecehan lebih didasarkan kepada pelakunya itu sendiri yang berpikiran kotor dan gak bisa nahan atau mengelola nafsu dan emosinya, gak gitu ngaruh masalah apa yang dipakai oleh si korban. Photo by Bay Ismoyo (sumber www.gettyimages.com ) Pelecehan apa pun itu gak bisa dibenarkan, lalu akan ada komentar 'gak ada asap kalau gak ada api' iya selama ini masyarakat cenderung menganggap perempuan atau korban sebagai 'api'-nya. Lalu ada anggapan pelecehan terjadi karena karma bagi si ko...
Komentar
Posting Komentar