Aku Terkesan

Sengaja hari itu sehabis sholat Subuh aku tidak melanjutkan tidurku lagi. I was looking forward to that day. Sehabis membaca beberapa ayat di Al-Quran aku langsung mandi dan siap-siap. Aku berangkat bareng temanku, sebut saja namanya Citra. Kami langsung menuju pangkalan taksi yang berada tidak jauh dari kosan kami. Kami hendak menuju suatu daerah yang belum kami ketauhi sebelumnya, aku hanya tau nama daerahnya saja, maklum aku ini pendatang di kota yang di juluki sebagai kota Venice dari Timur ini. Untunglah ada teknologi yang bernama GPS dan Google Map, untuk kesekian kalinya aku sangat amat terbantu dengan teknologi itu. Itu juga karena supir taksinya juga sih. Oh iya ada satu temanku lagi yang ikut gabung, namanya Ines, cewek mungil dari Tana Toraja.

Setelah bertanya pada beberapa orang, sampailah kami di lokasi yang kami tuju, tempatnya sangat spesifik jadi pasti Google Map gak tau. Oh iya sedari tadi belum aku sebutkan lokasi tujuan kami. Kami mencari TPS 9 di kelurahan Wonotingal, kecamatan Candisari, kota Semarang. Lokasinya lumayan jauh dari tempat kami di Tembalang, harus turun ke bawah. Untunglah kami tidak begitu mengalami kesulitan mencari TPS 9 itu. 

Hari itu, 9 April 2014, warga Indonesia merayakan pesta demokrasi untuk menentukan anggota legislatif. Aku yang merupakan warga DKI Jakarta memang sengaja melakukan pindah pilih, biar gak ngeluarin budget terlalu banyak buat pulang kampung. Hanya aku saja yang harus mencoblos hari itu, dua temanku tidak, bukan karena umur mereka yang belum memenuhi syarat, tapi karena mereka tidak mengurusi pindah tempat pilih.

Sebenarnya tujuan aku tidak hanya buat nyoblos tapi juga untuk memenuhi tugas dasar jurnalistik, dosen kami yang bahkan belum waktunya untuk mengajar di kelas kami sudah memberikan tugas untuk meliput pemilu legislatif 2014. 

Setelah daftar ulang untuk dipanggil sesuai urutan, aku masih harus menunggu hingga pukul 12, saat itu pukul 10, panitia memprioritaskan bagi DPT dulu bukan DPT tambahan seperti aku, hanya ada tiga mahasiswa Undip yang terdaftar di TPS itu. Kami juga sempat meminta izin kepada ketua panitia untuk melakukan liputan di TPS itu.

Kami menunggu cukup lama, selagi menunggu, kami melihat daftar calon legislatif yang ditempel di sebuah papan berbarengan dengan kertas yang memuat daftar pemilih tetap di RT dan Rw di sana. Selain itu aku juga sempat mewawancarai seorang ibu berkerudung yang juga sedang menunggu dipanggil untuk menggunakan hak pilihnya hari itu. Aku masih ingat nama ibu itu, namanya Rita. Dia sangat baik, itulah kesan ku padanya dan memang begitu. Warga di sana juga sangat baik dan sepertinya memiliki selera humor yang baik.

Setelah aku mendapat giliran untuk mencoblos, kami masih harus menunggu hingga penghitungan suara sambil menunggu, aku memutuskan untuk mencari minum dan solat di musholla terdekat. Aku ditemani Ines mencari warung yang menjual minuman dingin dan berasa maklum hari itu udara cukup panas. Kami melihat dua anak perempuan berwajah mirip sedang menghabiskan minuman dingin nan segar di dalam gelas plastik, kami pun bertanya pada mereka, dimana mereka membeli minuman itu. Awalnya mereka hanya memberikan kami direction saja tetapi eventually mereka mengantar kami menuju warung yang menjual minuman. Aku langsung terkesan dengan sikap mereka, they're good girl. Biasanya orang-orang yang aku tanyai suatu tempat hanya akan memberikan direction saja tapi mereka bahkan mengantar kami. Setalah membeli minuman dan sholat di musholla terdekat, kami kembali menunggu hingga penghitungan suara.

Desa itu, entah desa atau semacam perkampungan, menurutku unik, kontur tanahnya naik turun, tidak diratakan, banyak tanjakan dan turunan yang tidak tanggung-tanggung terjalnya. Perkampungan itu seperti berada di dalam sebuah mangkuk yang dikelilingi oleh tebing-tebing.

Akhirnya pada pukul 13.30 dilakukan penghitungan suara, beberapa warga cukup antusias ingin menyaksiakan penghitungan suara saat itu, terutama kaum ibu yang sangat bersemangat. Mereka berada di ururtan kursi paling depan. Kami sudah siap dengan laptop kami, sambil mendengar pengitungan suara, kami sembari menulis laporan untuk segera dikirim ke dosen kami. Oh wait, kami pikir kami sudah duduk di posisi yang tepat walaupun kami tidak bisa melihat papan penghitungannya tapi kemudian, ibu-ibu itu mempersilahkan kami memindahkan kursi kami sehingga bisa menyaksikan penghitungan suara dengan lebih jelas. Awalnya kami menolak tapi kemudian ibu-ibu itu justru membantu kami memindahkan kursi plastik berwana putih itu dan membantu membawakan barang-barang kami menuju posisi yang dianggap pas untuk menyaksikan penghitungan suara. Ah lagi-lagi aku terkesan dengan perlakuan mereka. Ibu-ibu itu sangat bersemangat saat proses penghitungan suara, tak ayal membuat kami tertawa atau sekadar tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala.

Kami tidak bisa menyaksikan sampai akhir penghitungan suara, karena diprediksi sampai malam. Kami memutuskan pulang ke kosan setelah mengirimkan tugas kami dengan koneksi internet seadanya.

Setelah kami berpamitan dan berterima kasih pada panitia dan beberapa warga, ternyata gerimis sudah berubah menjadi rintikan hujan. Kami pun memutuskan untuk meneduh di warung kopi terdekat. Si pemilik warung mempersilahkan kami dengan sikap yang sangat welcome. Untuk kesekian kalinya aku terkesan. Memang sih wajar jika pemilik warung memperlakukan orang yang akan memasuki warung dengan sambutan hangat tapi aku merasakan ketulusan di matanya saat mempersilahkan kami untuk meneduh.
Sebenarnya kami sudah sangat lapar saat itu, tetapi warung yang sangat amat sederhana itu sedang tidak menyediakan nasi/makanan, alhasil kita hanya makan kerupuk seadanya dan es teh manis yang terasa nikmat saat itu. Sebenarnya warung itu, maaf, cukup kotor, tapi kami berusaha menghargai keramah-tamahan warga di situ.

Oh iya si pemilik juga memberikan kami potongan harga haha tuh kan aku terkesan lagi dengan sikap warga itu. Ya walaupun potongan harganya hanya sebesar 1500 rupiah tapi aku terkesan karena kami kan hanya pendatang, bahkan tidak bisa disebut pendatang. Kami hanya tamu di kampung itu tetapi si pemilik warung malah sempat memberikan potongan harga.

Maaf jika aku berlebihan tapi ya belum pernah aku diperlakukan dengan keramah-tamahan seperti itu jika mengunjungi suatu daerah khususnya perkampungan/desa seperti itu apalagi didaerah asalku yang semua serba individualistik. Aku sangat terkesan, they treated us so well. I just want to say thank you so much for your hospitality. 

Kasih foto dulu dah hasil liputan kemaren

 

 



Maaf kalo kepanjangan dan banyak kata/kalimat yang gak efektif. Mohon maklum, lagi nyoba belajar nulis yang baik, benar dan bagus

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rights For The Victims; Solution (Part 3-Finale)

Hoax dan Orang Tua; Sefruit Tips Meliterasi Baby Boomers & X

Touched by Jackie and Her Love to Him