No, We Do Not Want To Exceed The Men
Kaum wanita gak berusaha untuk melampaui kaum pria, hanya berkeingnan untuk disetarakan hak-haknya
Akhir-akhir ini saya menemukan banyak tulisan yang
berideologi feminism, meme juga sudah mulai bertebaran di media sosial.
Kebanyakan dari tulisan itu menyoal masalah yang berbau emansipasi wanita,
kesetaraan wanita dengan pria, ya pokoknya hal-hal semacam itu lah.
http://syaldi.web.id/wp-content/uploads/2014/04/Rosie_the_Riveter.png |
Dimana para kaum feminis atau yang ngakunya bukan feminis
tapi semi-feminis *aliran apa itu?* berusaha memperjuangkan apa yang sebelumnya
tidak lazim melekat pada seorang wanita. Emansipasi wanita memang sudah lumayan
lama muncul terutama di dunia Barat (gerakan sosial feminism muncul pertama
kali sekitar akhir abad 18 atau awal abad 19 di Amerika Serikat, dengan
menyelenggarakan konvensi yang diprakarsai oleh Lucretia Mott dan Elizabeth
Cady, konvensi ini membahas tentang hak sosial, sipil, dan agama kaum
perempuan), bahkan hingga saat ini kaum wanita pun masih terus berjuang agar
bisa setara dengan pria. Di Indonesia sendiri emansipasi wanita identik dengan
ibu Kartini yang wangi namanya (?), sekarang saya merasakan nih udah mulai
berasa lagi nih, anget-anget nih ya para wanita muda memperjuangkan hak-hak
mereka, hal-hal yang dianggap merupakan hak mereka. Bagus itu. Tapi sayangnya
entah kenapa mungkin culture di Indonesia itu sendiri yang menyebabkan
emansipasi wanita itu tidak seliar didunia Barat.
http://reformmovements1800s.weebly.com/uploads/1/4/8/9/14892282/6110564.jpg |
Emansipasi wanita merupakan kesetaraan hak dan gender. Suatu
usaha untuk menuntut hak-hak persamaan wanita terhadap hak-hak kaum pria di
segala bidang kehidupan (http://www.pustakasekolah.com/emansipasi-wanita-dan-maknanya.html)
Di Indonesia itu masih lazim anggapan “perempuan itu
tempatnya di dapur”, “ngapain perempuan sekolah tinggi-tinggi kalau
ujung-ujungnya balik lagi ke dapur”, jujur walaupun saya bukan feminis
*yakinlah gue bukan feminis* saya sebel sama anggapan-anggapan semacam itu, nah
ternyata yang sebel bukan cuma saya tapi ada banyak wanita muda nan mempesona
dan lincah gayanya (?) di luar sana yang gak setuju dengan anggapan kuno macam
itu, maka dari itu pemikiran mereka dan saya pun mulai berkembang dan muncul
tulisan-tulisan ataupun meme di media sosial yang inti maksud tujuannya itu
menuntut persamaan hak atau kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan.
Perempuan yang mengaku modern dan open minded menuntut
supaya laki-laki tuh gak usah deh ngelarang-ngelarang perempuan untuk kerja,
punya karir bagus, sekolah tinggi, berpenghasilan tinggi maksudnya lebih tinggi
dibanding laki-laki. So what? Kalau emang perempuan udah banyak yang berpikiran
untuk sekolah tinggi dan berambisi punya karir bagus, ya seharusnya gak terlalu
dibatasilah. Emangnya laki-laki takut tersaingi? Ya kalau takut tersaingi saya
sarankan untuk berusaha lebih kerja keras dan lebih berambisi.
Just remember, kaum wanita gak berusaha untuk melampaui kaum
pria, hanya berkeingnan untuk disetarakan kok. I would like to use
“disetarakan” bukan “disamakan” , karena emang ada beberapa hal yang berbau
“maskulin” tapi gak pantas untuk dilakukan oleh wanita. Ada beberapa hal yang
tadinya dianggap hal yang berbau “maskulin” tapi saat ini sudah bisa dianggap
hal yang pantas untuk dilakukan wanita.
http://www.aneklog.com/blog/wp-content/uploads/2012/08/Career-Woman-or-Home-Maker.jpg |
Ada beberapa tuntutan yang dituntutkan kepada kaum perempuan
di Indonesia, misalnya perempuan dituntut supaya jangan nikah tua-tua kalau
bisa umur 25 udah nikah, sebelum umur 30an udah nikah dan punya anak, jangan
tinggi-tinggi karirnya, kalau bisa lanjut S2 atau S3 setelah nikah kalau misalkan
lanjut S2 atau S3 sebelum nikah takut laki-laki pada minder, setelah nikah gak perlu
kerja lagi cukup di rumah ngurusin anak, suami, dapur blablabla. Ya mungkin
untuk sebagian perempuan ada yang nurut dengan hal itu. Kalau saya sih nay nay
yah.
Jujur ya sebagai perempuan tulen *inshaaAllah tulen kok
qaqaque* tuntutan untuk nikah dibawah 30 tahun apalagi tuntutan untuk nikah di usia
25 itu membuat saya sedih. Itu tuh kayak
ngebatasin saya *tapi ya bagaimana ya nyokap gue udah minta gue untuk nikah
paling telat umur 25, nyokap gue udah pengen cepet punya cucu. Tapi gue mau
kerja dulu, beli rumah dulu, beli mobil dulu, nabung buat pernikahan impian
abisan nyokap gue kagak mau modalin pernikahan impian gua. Nah kan gue jadi
bingung, gue mau nikah entar-entaran tapi kasian sama nyokap, dah au dah
sedikasinya aja dah. Lah ngapa jadi curhat yak, maap dah yak* . Ya kalau
misalkan saya nantinya nemu pendamping hidup yang benar-benar mau ngikutin dan
ngedukung semua ambisi saya, ya it’s okay to marry when I’m on my young-adult
age. Lah kalau nggak? Ya pasti ambisi saya bakalan sia-sia.
Terus lagi, ada lagi suami yang ngelarang istrinya buat
kerja. Ya emang sih ya kalau dalam agama Islam, istri itu harus nurut sama
suaminya, tapi please untuk para lelaki berpikir panjang dan ngertiin para
perempuan yang punya keinginan untuk kerja. Mamah Dedeh pun gak ngelarang tuh
perempuan untuk kerja asalkan halal dan diridhoi suami, solanya dijaman
sekarang emang perlu banget istri membantu finansial keluarga, menghasilkan
uang. Kedepannya pun kita gak tau apa yang bakalan terjadi, kalau misalkan—amit-amitnya—cuma
suami aja yang kerja tiba-tiba suaminya itu di PHK atau kontrak kerja abis atau
lebih para suaminya harus menghadap Ilahi terlebih dahulu, terus nasib
anak-anak dan istrinya gimana?
http://readasia.org/wp-content/uploads/2013/09/When-a-woman-is-educated...-Copy.jpg |
Beda cerita sama istri-istri pengusaha kaya banget atau
pejabat kaya raya banget. Banyak diantara mereka yang tidak bekerja karena
dituntut untuk terus mendampingi suaminya, kemungkinan juga suaminya tau tuh bedanya lipstick harga 50K sama yang harga 500K hehe dan mungkin juga suaminya udah
nyiapin ini itu untuk kedepanya kalau-kalau sesuatu hal yang tidak diinginkan
terjadi. Tapi saya saranin jangan juga perempuan punya keinginan untuk dapetin
suami kaya biar gak perlu kerja dan jadi mandiri hahaha. Okay kalau misalkan
perempuan gak kerja tapi saya rasa punya pendidikan yang bagus itu adalah
pilihan yang tepat. Ya dong perempuan sekarang harus berpendidikan, walaupun
gak dipakai untuk bekerja tapi kan ilmunya bisa diberikan kepada anak-anak
mereka. Contohnya ya—istri Edhi Baskoro Yudhoyno, anak Hatta Rajasa—Alya
Rajasa, dia lulusan S1 ITB kemudian lanjut studi S2 ke UK tapi sekarang dia
jadi ibu rumah tangga. Saya rasa dia emang udah gak perlu kerja, kalau dibilang
S2 dari UK-nya itu jadi sia-sia, saya rasa nggak juga, she must be a smart
woman, lagipula apa kata orang kalau anak pejabat sekaligus mantu mantan
presiden RI gak berpendidikan? Kalau emang ada perempuan di luar sana yang
tidak bisa melanjutkan studi kuliah ya at least tambah wawasan dengan banyak
baca atau apa pun yang bisa menunjang intelektual. Intinya perempuan itu harus
pintar. Perlu untuk jadi mandiri.
http://www.yangmuda.com/read/detail/2225323/balada-meme-harga-lipstick-dan-cewek-pekerja |
Untuk para perempuan jangan kalian turunkan standar kalian
terhadap kemajuan diri kalian. Kalau emang mau punya pendidikan tinggi sebelum
nikah ataupun sesudah nikah, ya sok aja atuh. Kalau punya ambisi buat berkarir
ya jangan ragu-ragu. Tapi saya rasa juga perempuan tetap penting untuk bisa
menguasai urusan dapur dan tetekbengeknya. Jangan pernah takut dengan anggapan
dan tuntutan dari para lelaki atau orang tua hahaha karena ada orang tua yang
nuntut ini itu ke anak perempuannya, I mean tuntutan yang tidak mendukung
emansipasi wanita itu sendiri. Yakinlah, kalau para perempuan, kalau kamu
merasa kualitas kamu sudah tinggi, kamu pun akan dapat lelaki yang kualitasnya
lebih tinggi atau setara dengan kamu. Jadi gak perlu takut laki-laki pada gak
mau sama kamu.
Untuk laki-laki gak perlu deh berusaha nurunin standar
kualitas perempuan dengan ngelarang buat sekolah tinggi dan/atau kerja, cukup
ngurusin kalian dan anak-anak dirumah. Ngerasa tersaingi dengan adanya
perempuan yang pendidikannya tinggi dan berkarir luar biasa. Coba untuk
tingkatkan kualitas diri kamu hey para lelaki. Dukunglah perempuan-perempuan
itu untuk menjadi lebih baik, lebih bagus pendidikannya, lebih baik karirnya
dan lebih mandiri. Bukan malah ngelarang-ngelarang perempuan, kalau emang apa
yang dilakukan perempuan sifatnya positif dan halal tentunya, kenapa harus
dilarang. See? Perempuan kerja karena laki-laki gak ngerti bedanya lipstick
harga 50k dengan lipstick harga 500k. Jangan larang perempuan kerja kalau emang
kamu sebagai laki-laki gak ngerti beda tas harga 500k dengan tas harga 5000k.
Walaupun saya mendukung emansipasi perempuan, tapi saya ini
tetap perempuan Timur yang sangat Indonesia. Saya akan terus menghormati
laki-laki sebagai pemimpin dan tidak akan meremehkan kaum laki-laki. Saya harap
sih perempuan lain juga seperti itu. Karena sampai kapan pun kalau menurut
agama Islam, laki-laki itu pemimpin wanita. Begitupun dengan budaya timur,
perempuan akan selalu dijajah kaum pria. Misal, walaupun nantinya ada istri
yang karir atau pendidikannya lebih bagus dan tinggi dibanding suaminya tetap
saja istri tersebut harus terus menghormati dan menghargai suaminya.
We need to be independent. Kaum perempuan gak minta
disamakan atau melampaui laki-laki kok hanya ingin disetarakan hak-haknya dengan kaum laki-laki. Baik itu dalam
pendidikan maupun karir dan lain sebagainya. Setara bukan berati sama kan?
Kenapa perempuan harus kerja? Karena perempuan gak cuma paham bedanya lipstick harga 50K dengan lipstick harga 500K, perempuan juga ngerti kok bedanya jersey harga 35K dengan jersey harga 1500K.**Penulis tau kok bedanya jersey harga 35ribu sama harga yang 1.5jetong. Apalagi kemaren FC favorit saya baru ngerelease jersey home terbaru dari produsen jersey yang beda dari musim sebelumnya. Pengen bisa beli yang original dan gak melulu yang KW tapi apa daya ku hanya anak kosan yang bisa makan 3x sehari aja udah bersyukur banget. Ah lagi-lagi ku bercurhat. Maafkeun :)
Komentar
Posting Komentar