Postingan

Film Dokumenter 13th: Rasisme dalam Sistem Peradilan Pidana di Amerika Serikat

Gambar
" Dari 100% jumlah narapidana di seluruh dunia, 25% di antaranya ada di Amerika Serikat. Pikirkan itu!-Barack Obama ", Presiden ke 43-44 AS   sumber gambar: https: //www.youtube.com/watch?v=krfcq5pF8u8 Kutipan di atas merupakan kutipan Barack Obama yang saya sadur dari film dokumenter karya Ava DuVernay yang pertama kali dirilis pada tahun 2016 berjudul 13th. Saya pertama kali menonton film ini tahun 2019 ketika ditayangkan di layanan streaming film Netflix. Bagi saya ini film yang cerdas karena sebagai Afro-American, DuVernay berhasil mengkritik sistem peradilan dan penjara di Amerika Serikat yang bias dan cenderung rasis terutama kepada warga kulit berwarna. So, film bergenre documentary, crime and history ini bertema inequality ras di AS terkait sistem peradilan dan penjara di sana. Bagi saya, film ini agak berat karena gak bisa dilepaskan dengan bahasan hukum, apalagi ini hukum di Amerika Serikat, untuk orang awam seperti saya, banyak istilah-istilah hukum yang saya gak p

Sexual Consent Juga Bisa Cegah Free Sex Lho

Gambar
  Baru-baru ini sempat ramai terkait UI yang memberikan materi pencegahan kekerasan seksual dan salah satu point materinya membahas soal sexual consent. Lalu ada pihak yang menuding materi tersebut tidak pantas diberikan kepada mahasiswa di Indonesia, karena dianggap melegalkan free sex yang tidak sesuai dengan nilai keagamaan dan kultural. Sebetulnya apa sih sexual consent? Sexual Consent merupakan aktivitas seksual berdasarkan persetujuan antara pihak yang akan terlibat dalam suatu hubungan atau aktivitas seksual. ​Oleh pihak tertentu sering dianggap sebagai arti lain dari legalisasi sex bebas. Berdasarkan standar dan pemahaman mereka dengan adanya sexual consent ini, orang-orang jadi bebas melakukan aktivitas sex yang penting saling setuju, tidak perlu ikatan pernikahan.  Padahal sexual consent ini juga bisa diterapkan ke dalam hubungan pernikahan. ​Misal, suami ingin melakukan aktivitas seksual tapi istri sedang tidak mood, atau sedang capek, atau sedang sakit. Dengan memahami betu

Tara Basro Sebarkan Body Positivity. Malah Dianggap Pornografi

Gambar
Beberapa waktu lalu jagat Twitter sempat dihebohkan oleh postingan seorang aktris berbakat, Tara Basro. Ia memposting foto semi-nude dengan caption "Worthy of Love". Foto dengan filter black and white ini menampilkan Tara dari sisi samping dan memperlihatkan bagian perut, lengan, paha dan stretch marks di tubuhnya. Dari pantauan di kolom komentar post tersebut, banyak netizen yang mengapresiasi Tara karena memberikan edukasi self-love apapun keadaan tubuh kita. Sumber:  Instagram.com/tarabasro Lantangnya Tara dalam menyuarakan self-love, didasari dari apa yang dirasakan dan dialami dirinya selama ini. Tara used to criticize her body, hal ini sebagaimana yang dikatakannya dalam postingan Instagram miliknya. Akhirnya kini Tara mampu mencintai tubuhnya dan berusaha spreading this positivity, mengajak kita semua mencintai diri kita sendiri. Dianggap Melanggar UU ITE Sayangnya, tindakan Tara yang memposting foto semi-nude di media sosialnya dianggap melanggar pasal

Kim Ji Young, Born 1982: Visualisasi Gagasan Betty Friedan

Gambar
Beberapa waktu lalu saya sempatkan diri nonton film drama Korea. Awalnya saya tahu ada film ini dari Twitter dengan bumbu katanya sih film ini jadi film kontroversial di negeri gingseng. Hmmm kenapa ya kok bisa dianggap kontroversial? Rupanya film ini mengangkat semangat feminisme di tengah-tengah masyarakat Korea yang denger-denger lumayan patriarkis. Jadi saya nonton film berjudul Kim Ji Young, Born 1982 yang diadaptasi dari novel karangan Cho Nam Joo berjudul sama. Source:  IMDb/Kim Ji Young Born.1982 Film yang diperankan oleh Jung Yu Mii sebagai Kim Ji Young dan Gong Yoo sebagai Dae Hyeon ini menceritakan masalah-masalah sehari-hari yang dihadapi banyak perempuan yang hidup di tengah-tengah masyarakat patriarkis, misoginis dan seksis. Masalah-masalah tersebut bukan masalah yang bisa dianggap remeh, sebab masalah tersebut bisa berujung pada depresi. Contoh yang digambarkan film Kim Ji Young yakni bagaimana perempuan-perempuan takut menggunakan toilet umum karena ada kamer

Berkawan dengan Quarter Life Crisis

Gambar
Memasuki usia 20an ternyata tak semudah yang dibayangkan. Namun mungkin saja tak seberat usia kepala 3 atau 4 dan seterusnya. Ya tiap tiap usia mempunyai masalahnya masing masing. Yang ku tau di usia 20an, aku, kamu, dia, ya kita mulai berkenalan dengan kawan baru, bernama quarter life crisis. Tak mudah memang. Berbagai keraguan dan ketakutan menyelimuti kita. Hingga akhirnya tak jarang kita meluapkan rasa yang kita rasakan dengan menangis atau marah. Merasa hidup tak adil. Ketidakadilan hidup yang kita rasakan semakin dalam ketika kita melihat, teman sebaya kita yang kita kira hidup enak, bahagia, sudah lebih sukses dari kita. Tapi itu hanya panggung depan saja yang kita saksikan, sayang. Kita khawatir dengan masa depan kita. Takut tak bisa menjalani hidup dengan semestinya. Ragu mengambil keputusan yang bisa jadi mempengaruhi kita di masa depan. Kita jadi enggan memutuskan apa yang kita mau capai. Ah ya, sulit fokus dengan tujuan yang tadinya sudah kita atur sedemikian apikn

Kapan Kebebasan Akan Diri Sendiri Didapat oleh Perempuan?

Terlalu sering ku mendengar anggapan kalau perempuan harus segera menikah, agar tanggung jawab orang tua bisa beralih. Ya beralih menjadi tanggungjawab sang lelaki yang secara legal menjadi suami si perempuan. Kenapa sih? Kenapa perempuan sebelum menikah dianggap sebagai 'beban' tanggungjawab orang tua kemudian setelah 'transaksi' itu otomatis 'beban' tanggungjawab berpindah ke suami yang sebetulnya bagi saya adalah partner si perempuan (kurang pas bagi saya jika satu pihak membebani pihak lainnya yang dianggap setara) Tidak bisakah kita mewajarkan narasi 'yang bertanggungjawab terhadap perempuan ya perempuan itu sendiri'. Sebegitu lemah dan tak berdayanya kah perempuan sampai-sampai dianggap tak mampu memikul tanggungjawab terhadap dirinya sendiri? Padahal saat ini sudah banyak perempuan yang merengkuh kebebasannya di ruang publik, mendapatkan haknya untuk bekerja dan menggali ilmu, turut berkompetisi di dunia yang ya lagi-lagi harus saya akui, du

Hoax dan Orang Tua; Sefruit Tips Meliterasi Baby Boomers & X

Gambar
“Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan meliterasi orang tua kita?” Beberapa waktu lalu saya sempat melihat sebuah tweet yang pada intinya, tweet tersebut menggambarkan kekhawatiran seorang anak terhadap orang tuanya. Khawatir orang tuanya terhasut dengan aksi politik berkedok religi. Ya saya pun merasa khawatir, tapi lebih tepatnya khawatir orang tua saya--yang cukup aktif menggunakan aplikasi pesan instan ya sebut saja WhatsApp (WA)-- termakan hoax dan menyebarkan hoax tersebut. Amit2 sekali kalau sampai hoax itu adalah hoax yang fatal jika disebarkan. Media-media juga tak henti-hentinya memberitakan para penyebar hoax yang pada akhirnya harus berurusan dengan kepolisian, kebanyakan dari penyebar hoax adalah mereka-mereka yang ya bisa dibilang sudah orang tua. Haduuh saya takut sekali, kalau orang tua saya yang sebetulnya ndak tau apa-apa tapi jadi korban karena tanpa sadar telah menyebar hoax. Beberapa waktu lalu juga, saya mendapati, ibuk saya membagikan sebuah pesan